Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) memperkirakan bahwa fenomena blue moon akan terjadi pada tanggal 22 Agustus 2021. Peneliti dari LAPAN, Andi Pangerang mengatakan bahwa fenomena langit ini akan terjadi saat matahari terbenam.
“Blue moon kali ini dapat disaksikan di seluruh Indonesia sejak matahari terbenam hingga sebelum terbitnya matahari di keesokan harinya,” kata Andi seperti disadur dari Antara.
Andi Pangerang juga menjelaskan bahwa fenomena blue moon terdapat dua definisi yang berbeda yaitu:
1. Bulan Biru Musiman (Seasonal Blue Moon).
Yakni bulan purnama yang ketiga dari salah satu musim astronomis yang mana di dalamnya terjadi sebanyak empat kali bulan purnama.
2. Bulan Biru Bulanan (Monthly Blue Moon)
Bulan purnama yang kedua dari salah satu bulan pada kalender Masehi yang di dalamnya terjadi sebanyak dua kali bulan purnama.
Menurutnya, fase purnama yang terjadi pada 22 Agustus 2021 yang akan datang termasuk dalam bulan purnama musiman. Almanak Petani Maine di Amerika Serikat mendefinisikan purnama ini dinamakan dengan Purnama Sturgeon (ikan penghasil kaviar) yang muncul ke permukaan danau sehingga mudah ditangkap.
Adapun nama lain dari purnama ini di antaranya adalah:
- Purnama Ceri Hitam (Black Cherry Moon)
- Purnama Jagung Hijau (Green Corn Moon)
- Purnama Terbang Tinggi (Flying Up Moon)
Asal Usul “Blue Moon“
Andi Pangerang menjelaskan bahwa fenomena bulan biru atau blue moon pada dasarnya bulan tidak berwarna biru. Terkadang masalah penafsiran istilah inilah yang membuat simpang siur beberapa pihak sehingga terjadi kesalahan interpretasi.
Istilah “Blue Moon” setidaknya sudah ada sejak 400 tahun yang lalu dari beberapa penelusuran hingga saat ini. Penafsiran history ini dipaparkan oleh penutur cerita rakyat dari Kanada bernama Dr. Phillip Hiscock. Dr. Phillip Hiscock mengusulkan bahwa definisi Bulan Biru atau Blue Moon bermakna bahwa akan ada hal yang ganjil dan tidak akan pernah terjadi.
Asal Usul Bulan Biru Musiman
Blue Moon musiman yang diistilahkan sebagai bulan purnama ketiga dalam sebuah musim astronomis, mengalami bulan purnama sebanyak empat kali. Dapat ditelusuri dari Almanak Petani Maine yang sebenarnya sudah tidak dipakai lagi. Menurut Almanak Petani Maine, kemunculan purnama ke-13 ini dalam setahun dapat mengacaukan Peringatan Hari Besar Kristen yakniPrapaskah dan Paskah yang menggunakan Bulan Purnama sebagai titik penanggalannya.
Angka 13 sendiri dilambangkan sebagai angka kesialan, dan juga mengakibatkan kesulitan perhitungan terjadinya Bulan Purnama. Oleh karena itu, tambahan ini dinamakan sebagai “bulan biru”.
Bulan Purnama ketiga yang dinamakan sebagai bulan biru ini dapat menentukan jatuhnya peringatan Prapaskah dan Paskah jika sudah sesuai dengan waktu yang tepat, sehingga
peringatan hari besar yang lainnya pun akan diperingati di waktu yang tepat juga.
Asal Usul Bulan Biru Bulanan
Bulan biru yang merupakan bulan purnama kedua di dalam salah satu bulan pada kalender Masehi, disebabkan karena adanya kesalahan penafsiran. Awal mulanya dibuat oleh seorang astronom tingkat amatir, James Hugh Pruett (1886-1955) pada majalah Sky & Telescope edisi tahun 1946. Kesalahan yang dibuat James pun akhirnya tersebar sebagai fakta. Hingga saat ini, definisi tersebut sebagai kedua bulan biru yang alih-alih menganggapnya sebagai suatu kesalahan.
Andi Pangerang menjelaskan fenomena blue moon musiman akan terjadi setiap dua atau hingga tiga tahun sekali. Sebelumnya, fenomena ini juga pernah terjadi pada 22 Mei 2016 dan 19 Mei 2019. Fenomena langit ini kembali akan terjadi pada 20 Agustus 2024 dan 20 Mei 2027 mendatang.
Andi juga menjelaskan bahwa fenomena blue moon bulanan juga terjadi setiap dua atau tiga tahun sekali. Sebelumnya juga terjadi pada 31 Juli 2015 dan 31 Januari 2018. Fenomena langit ini akan terjadi kembali pada 31 Agustus 2023 dan 31 Mei 2026 mendatang.
sumber : yoursay.suara.com